bibir ibu pertiwi merah delima
sebab gincu yang dibelinya
di tanah abang mangga dua
dia janda muda beranak jutaan jiwa
tubuhnya masih molek
meski digerogoti keserakahan
wajahnya masih nampak ayu
meski ditumbuhi malu sebab anak-anaknya banyak tak punya malu
lalu nepotisme adalah pria yang gagah
seperti kapiten
yang punya pedang panjang
sayang, gemar curang dan punya jiwa pecundang
keelokan ibu pertiwi
membuatnya berahi
tidak ketolong, tidak bisa dicegah siapa-siapa
keunggulannya, ia pandai merayu
sepulang dari pasar,
membeli pangan buat anak-anaknya
pakai anggaran negara
nepotisme merayunya
bualannya semanis
biang gula-gula yang dijual di kantin sekolah
ibu pertiwi tersipu malu,
pipinya merona merah mirip tomat dalam keranjang belanjanya
aih, duhai
cumbu rayu itu memikat ibu pertiwi
janda beranak ratusan jiwa
anak konglomerat, terhormat, bersanding dengan berandal tengik
aduhai malapetaka
cumbu rayu itu sampai kasur ibu pertiwi
bercintanya sejoli itu gelap-gelapan
seperti sepasang pengantin suami-istri
aduhai malapetaka
ibu pertiwi kemudian hari mengandung
jiwa-jiwa yang baru dari buah nepotisme
yang mendarah daging
hingga kini….
hingga habis suatu hari nanti…
—END
Depok, 30 september
Tidak ada komentar:
Posting Komentar