Senin, 02 Mei 2016

Penyair Patah Hati Telah Mati

seorang penyair terbenam
di bibir puisi, ia tenggelam
kesedihannya lesap oleh pasir-pasir
di matanya, sungai berhenti punya air

sepasang mata waktu berubah matahari
kering koreng di dadanya jadi kerontang
ia lupai itu nama-nama kesedihan
ia bakar sajak-sajak yang bersembunyi di dada

segelas, dua gelas cangkir kopi tiap pagi
pahit ialah kawan yang setia selain sepi
janji kedatangannya tak akan ingkar
setelah manis-manis, pahit pasti tandang

satu, dua lagu sedih ia putar ulang di benak
dikenang-kenang lah lirik-lirik picisan
lalu ia membuat puisi-puisi patah, luka
seperti ranting remuk dihantam deru angin

setiap malam tandang ke rumah,
ia selalu berada di kamar, dalam ranjang
berpeluh ke dalam jurang masa lampau
ia setubuhi kenangan hingga lelap mimpi-mimpi

semalam, ia dikabari bahwa kenangan telah mati
barangkali sebabnya, karena terlalu tua
atau terlalu lelah menjajahi tubuhnya kepada penyair itu
yang nantinya akan dijadikan puisi-puisi menyedihkan

kenangan berpulang
penyair itu tak mampu ingat apa-apa
setiap malam hanya bersulang pada sepi
berdansa dengan sunyi

hari ini, penyair tercinta kita mati
ia terbenam pada kesedihannya sendiri
lebur bersama jingga di langit senja
menemui kenangan di surga…

bernostalgi,
dan kembali.

Jakarta, 24 maret

5 tahun aku berseru dengan sepi, sejak tubuhmu dibalut kain putih....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar