Senin, 02 Mei 2016

Pujangga yang Mendiami Kepalamu

barangkali sudah lama betul
duka dan luka itu bermukim di tubuhmu
sesekali tatapmu berbicara pada kesedihanmu
kau tahu, mata serupa anak kecil yang tak pandai menipu

kadangkala tubuhmu seperti buku puisi
ditulisnya kata-kata yang terluka
di tubuh kertas yang tak punya dosa apa-apa
lalu di pelupuk matamu, tumbuh sungai

kemudian suatu hari nanti
kau akan menemui dirimu sendiri
dalam sajak-sajak patah hati
yang kautulis jauh-jauh hari

lalu kau akan terpingkal
sungai itu tumbuh lagi di matamu
sebagai pelepas dahaga sepi-sepi itu
kau ingat-ingat lagi, betapa luka begitu puisi, begitu sendu

kau tak pernah bangun dari mimpi ini;
di dalam kepalamu hidup seorang pujangga
yang sebatang kara, berkarib sepi dan kopi
berkali-kali patah hati, lalu pergi memeluk diri—dengan kata-kata

rahasia yang tak pernah kauketahui;
pujangga itu menikahi kesedihannya
dan puisi-puisi lahir dari rahim waktu;
membuat kau lupa, bagaimana wujud kesedihanmu

suatu hari nanti, aku tak tahu kapankah,
pujangga itu akan mati
dimakamkan tanpa bunga-bunga
hanya ada hampa…dan kau tak tahu itu. kau tak tahu.

Jakarta, 15 Maret

Tidak ada komentar:

Posting Komentar